Trust Banten - Sebuah pameran dan pasar ternak terbesar pertama dilaksanakan di Serang pada tahun 1796. Kegiatan ini dilaksanakan setelah bulan puasa, atau satu hari setelah lebaran. Berbagai hewan ternak terbaik dari beberapa daerah dibawa dan dikumpulkan di Alun-alun Serang.
Pasar ternak tahunan pertama dilaksanakan di Serang sehari setelah lebaran, karena tanggal itu dianggap sebagai hari yang sangat tepat oleh penduduk asli. Pemilihan waktu itu juga dianggap tepat tepat karena masyarakat telah selesai berpuasa, masjid dan makam telah dikunjungi dan suasana masih diliputi rasa syukur dan gembira.
Dikutip dari akun IG @boimbaelah, para kepala suku pribumi yang telah diberitahu informasi tentang adanya pasar ini dari pemerintah setempat, agar berusaha ikut dan diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan mereka telah mendahuluinya dengan mengirimkan kuda dan kerbaunya yang
terbaik.
Baca Juga: Awasi Kesehatan Hewan Kurban, Ratusan Dokter Hewan Siap Terjun ke Lapak
Oleh karena itu memasuki hari pertama aku dapat melihat hewan-hewan berdatangan dari segala arah, dan jumlahnya semakin bertambah banyak pada hari kedua. Kedatangan para kepala suku yang terpandang dan berpenampilan menarik didampingi pengiringnya, menambah semarak festival ini.
Yang unik sekaligus membuat suasana ceria adalah saat melihat Demang Pandeglang datang, yang diiringi oleh pemusik yang memainkan Rabana Goenong dan alat music lainnya. Dia bernyanyi dengan Bahasa gunung. Alun-alun Seram (Serang) segera dipenuhi orang-orang yang membawa kerbau dan beberapa kuda cantik.
Di antara hewan ternak tersebut, terdapat tiga ekor sapi jantan yang dihias dengan bunga-bunga yang menarik, baik dari segi ukuran maupun penampilannya. Di antara kuda-kuda tersebut salah satunya adalah milik Wakil Bupati Seram (Serang). Bebagai imbalan atas keikutsertaannya, ia kemudian menerima hadiah dari Yang Mulia Tuan Komisaris Jenderal.
Baca Juga: Sop Konro dan Bebek Madura Jadi Hidangan Spesial di Swiss-Belcourt Serpong Selama Juni
Beberapa domba yang besar dan berat juga ada di pasar ternak ini, domba-domba ini dijual dengan harga mahal. Penduduk asli terlihat berkumpul di mana-mana; gamelan bupati mampu mempertemukan seluruh penduduk. Menjelang tengah hari, Residen bersama para pejabat Eropa dan pribumi, serta sejumlah pejabat dari Anyer maupun tempat lain, berjalan menuju alun-alun.
Mereka berkeliling melihat kerbau dan kuda yang dikumpulkan dan dipamerkan. Sungguh pemandangan yang menyenangkan melihat lebih dari tiga ratus kerbau terbaik berkumpul di tempat ini, bahkan beberapa di antaranya dijual untuk umum.
Untuk menghormati pekan raya tahunan pertama ini, Yang Mulia Sultan hadir di tempat ini sekitar pukul 12.
Kedatangannya membuat semakin antusias minat masyarakat bertambah. Saat Sultan datang, beberapa penduduk asli berlutut di hadapannya dengan penuh rasa hormat terhadapnya. Meskipun terlihat bahwa adat istiadat lama ini, lama-lama secara perlahan akan hilang pengaruhnya.
Baca Juga: Popda XI Banten 2024, Atlet Panjat Tebing Kota Tangerang Sumbang Dua Medali Emas dan Satu Perak
Berdasarkan penilaian juri, kerbau jantan milik Radi menjadi yang terbersih dan terberat, sehingga dia berhak mendapatkan penghargaan. Kerbaunya diperkirakan memiliki berat 1.400 pound. Kerbau ini dibeli oleh Tuan Crone. Menurut kesaksian masyarakat, kerbaunya mampu bekerja keras tanpa kenal lelah.
Sedangkan kuda terindah yang meraih hadiah adalah milik Bupati Seram dan dibeli oleh Hora Siccama. Hewan-hewan yang mendapat hadiah kemudian dihias dengan bunga dan dibawa berkeliling sambil diiringi music khas penduduk asli. Kerbau-kerbau cantik yang dibeli oleh Crone itu digiring ke Anyer. Hal ini menimbulkan kesan yang baik di kalangan penduduk.
Baca Juga: Koalisi Non Parlemen Bersatu Kota Tangerang Dukung Sachrudin di Pilkada Serentak?
Kuda-kuda pada umumnya tidak bagus, karena kurangnya peternakan pejantan, akhirnya mereka kesulitan berkembang. Tetapi kerbau Banten sebaliknya. Kerbau Banten umumnya terkenal karena berat dan kuatnya, unggul dalam hal-hal khusus. Meskipun ribuan penduduk asli dari berbagai penjuru telah berkumpul, tidak ada gangguan sedikit pun yang terjadi.
Dan sungguh luar biasa, masyarakat begitu cepat memahami tujuan pekan raya tahunan ini, bahkan mereka menyebutnya pafar (pasar) lebaran. Pasar ini menjadi bukti bahwa Kerjasama bisa terjalin antara pemerintah Eropa dan penduduk asli. Para kepala suku setempat dengan suara bulat mengakui manfaat dari pameran tahunan ini, dan akan selalu berterima kasih kepada penyelenggaranya.***