Kritisi Porgram Makan Siang Gratis Anak Sekolah, JPPI: Tujuan Program Tidak Jelas dan Rawan Dikorupsi

- 4 Maret 2024, 21:28 WIB
Koordiator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.
Koordiator Nasional JPPI, Ubaid Matraji. /Rizki/



Trust Banten - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritisi program makan siang gratis yang digulirkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran.  

Meski belum dilantik dan diresmikan, siapa presiden terpilih, pemerintah tampaknya nekad untuk memulai program makan siang gratis yang digagas oleh pasangan Prabowo-Gibran.
Akibatnya, pro kontra terjadi di masyarakat dalam menyikapi ini.

Terkait dengan hal ini, Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menghimbau kepada pemerintah untuk tidak gegabah dalam implementasi program ini.

Baca Juga: Disperkimta Tangsel Fasilitasi Pemakaman Jenazah Korban Kecelakaan Bus di Tol Cipali

"Pemerintah juga perlu memikirkan ulang, apakah harus dilaksanakan secepat ini? Pemerintah jangan hanya mengejar populisme, karena terikat dengan janji-janji kampanye, tetapi harus memikirkan dampaknya dan juga mana yang seharusnya menjadi skala perioritas yang mendesak harus diatasi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan kita," katanya dalam keterangan resmi yang diterima redaksi pada Senin, 4 Maret 2024.

Menurutnya, tujuan program ini masih belum jelas. Beragam kabar yang masih simpang-siur yang diterima masyarakat. Ada yang bilang untuk pencegahan stunting, pemenuhan gizi, tambahan makan siang, dan lain sebagainya. Jika untuk pencegahan stunting, jelas program ini tidak ada manfaatnya.


"Jika untuk program pencegahan stunting, maka peruntukannya adalah untuk ibu hamil dan anak hingga usia 2 tahun. Jika untuk pemenuhan gizi, apa artinya makan siang, jika anak-anak itu berangkat sekolah dengan perut kosong tidak sarapan, lalu malamnya makan mie atau seblak? Maka makan siang untuk pemenuhan gizi ini tidak ada artinya," ujar Ubaid.  

Baca Juga: Jenguk Korban Bus Teguling di Tol Cipali, Benyamin: Tangani Korban dengan Baik Tak Perlu Pikirkan Biaya

Selain itu, sambung Ubaid, biaya pendidikan tambah mahal. Jika dipaksa untuk diimplementasikan, jelas akan jadi beban anggaran dan menambah utang negara. Akibatnya, tarif biaya pendidikan kian mahal dan tak terjangkau. Banyak Masyarakat menjerit soal biaya pendidikan dan belum terlaksananya program wajib belajar 12 tahun secara bebas biaya.

"Di sekolah negari saja masih banyak pungli, apalagi di sekolah swasta maka biaya sekolah kian tak terjangkau," tegasnya.

Disamping itu, jelas Ubaid, biaya makan siang rawan bocor yang mengakibatkan banyak Kepala Sekolah dan guru potensial masuk penjara. Sebab, hingga kini sektor pendidikan masih masuk kategori lima sektor terkorup di Indonesia. Maka, biaya makan siang yang jumlahnya sangat fantastis ini, bisa menjadi angin segar bagi para oknum di sektor pendidikan untuk melancarkan aksinya.

Baca Juga: Bus Peziarah Asal Tangsel Terguling di Tol Cipali: Satu Tewas, Puluhan Luka-luka

"Apalagi tidak jelas punya, siapa yang mengelola, siapa saja yang terlibat, bagaimana mekanisme transparansi dan akuntabilitasnya? Dana BOS saja hingga kini masih bermasalah, apalagi ditambah lagi dengan dana makan siang. Jika terlalu gegabah hanya karena pencitraan, maka akan banyak kepala sekolah dan guru yang masuk penjara," terangnya.

Jika dipaksakan harus ada makan siang, maka anggaran makan siang harus di luar anggaran pendidikan. Saat ini anggaran pendidikan, yang jumlahnya 20 persen itu, sudah sangat terbebani dengan gaji guru dan belanja operasional pegawai.

"Akibatnya, tidak dapat banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan akses dan juga mendorong kualitas pendidikan lebih baik," tegas Ubaid.

Baca Juga: Kinerja Satpol PP, Linmas dan Damkar saat Menjaga Ketertiban saat Pemilu Diapresiasi

Ubaid menerangkan seharus pemerintah mendahulukan problem prioritas, daripada pelunasan janji kampanye demi populisme. Dalam catatannya problem pendidikan di Indonesia terkini berdasarkan data BPS 2023, rata-rata lama sekolah nasional kita masih 8,7 tahun (artinya SMP saja tidak lulus). Sementara dari segi kualitas, berdasarkan skor PISA 2022, kemampuan literasi-numerasi pelajar Indonesia masuk dalam kategori salah satu negara dengan skor terendah dan di bawah standar minimum rata-rata di dunia.

"Artinya, SDM Indonesia sudah sangat ketinggalan dari negara-negara luar, bahkan kita tertinggal jauh dari negara-negara tetangga. Apakah ini bisa diselesaikan dengan makan siang? Jelas tidak," tandasnya. ***

Editor: Ahmad Rizki Suhaedi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah