Menelusuri Tradisi Membatik di Pandeglang Zaman Kolonial, ada Simbut Katumbiri Cibaliung

- 18 April 2024, 11:22 WIB
Simbut Katumbiri Cibaliung.
Simbut Katumbiri Cibaliung. /Tangkap layar IG @boimbaelah /

Dari laporan panitia, event ini mampu meraup keuntungan sebesar 19.800 gulden dari penjualan tiket masuk, hasil penjualan, transaksi jual beli dan pendapatan lainnya. Salah satu gedung yang dipergunakan untuk pameran berupa gudang. Gedung ini merupakan bangunan terpanjang dari
keseluruhan seluruh stand yang tersedia.

Tempat ini diperuntukan untuk kelompok seni batik dan berisi ratusan batik dari berbagai daerah yang dipajang di sepanjang dinding, dan di atas meja pajangan. Bagian tengah permukaan dinding yang luas ditempati oleh sebuah kain, yang mungkin dibuat menggunakan proses batik tertua di Jawa, sebuah contoh kain Simboet yang sudah langka dari satu desa di pedalaman Pandegelang. Yakni Desa Katoembiri, Distrik Tjibalioeng.

Baca Juga: Cerita Park Hye Min Perpanjang Kontrak Bersama Red Sparks dan Pengalaman Pertama ke Indonesia

Kain Simboet merupakan kain katun yang kasar dan tebal, dengan gambar garis sederhana motif pusaran, disimpan dengan latar belakang warna merah mengkudu. Saat membatik, kain dibentangkan rata di tanah. Dua atau tiga wanita kemudian mengaplikasikan gambar tersebut, bukan menggunakan lilin, melainkan pasta yang terbuat dari beras ketan.

Dengan menggunakan tongkat, kadang juga dengan jari telunjuk, mereka memindahkan pasta ketan dalam garis-garis tebal yang membentuk figur sederhana ke atas kain. Mula-mula di satu sisi kain, lalu di tempat yang sama di sisi lainnya.

Pasta ketan dikeringkan yang akan menempel pada kain, membentuk lapisan pelindung. Oleh karena itu jika seluruh kain dicelupkan ke dalam pewarna campuran mengkudu merah, maka tidak mempengaruhi kain di tempat gambar bubur ketan itu berada.

Setelah gambar tersebut menempel, baru diwarnai dengan cara direndam. Baru kemudian dicuci dan dibilas sampai bersih. Pasta ketan yang direndam dalam air hangat akan mengeluarkan gambar berupa garis-garis putih tebal dengan latar merah. Ini adalah cara membatik yang paling primitif, karena pasti juga digunakan di daerah lain di Jawa pada zaman dahulu.

Baca Juga: Hadiri Pembinaan Rohani, Pj Sekda Virgojanti: Wadah Silaturahmi dan Introspeksi

Dalam upaya untuk menyempurnakan metode dan menyempurnakan efek, pasta ketan diganti dengan campuran lilin dan tongkat gambar diganti dengan tjanting dengan nozel halus, yang dengannya seseorang dapat menggambar garis tipis, tunggal dan ganda serta menetapkan titik-titik tertentu.

Kain tersebut tidak lagi dibentangkan di atas tanah, melainkan digantung di atas kain perca atau gawangan agar penggambarannya dapat dilakukan dengan lebih akurat.

Halaman:

Editor: Rukman Nurhalim Mamora


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah