Sejak Tahun 1933 Gunung Karang dan Gunung Pulosari jadi Favorit Pendaki Belanda

22 April 2024, 10:17 WIB
Peta yang digunakan Charles Edgar Stehn untuk melakukan pendakian ke Gunung Pulosari dan Gunung Karang. /Tangkap layar IG @boimbaelah/


Trust Banten - Pendakian gunung di Pulau Jawa telah mulai dicatat sejak masa Hindia Belanda. Pencatatnya adalah para pendaki gunung berkebangsaan Eropa pada abad 19 dan 20. Penulisan mengenai pendakian gunung di Pulau Jawa, salah satunya dilakukan oleh Charles Edgar Stehn pada tahun 1928.

Stehn menuliskan catatan perjalanan dari hasil pendakian 30 gunung di Pulau Jawa. Pada tahun 1930 hingga 1933, ia menulis buku tentang Panduan Wisata Gunung di Jawa yang diterbitkan oleh Asosiasi Olahraga Gunung Hindia Belanda.

Dari puluhan gunung yang ia rekomendasikan, dua di antaranya adalah gunung yang berada di Kabupaten Pandeglang. Ya! Gunung Pulosari dan Gunung Karang. Berikut adalah catatannya.

Baca Juga: Lepas Bandung BJB Tandamata ke Proliga 2024, Pj Gubernur Jabar Bicara Soal Hattrick

Di dalam kata pengantar bukunya, Stehn menyampaikan penjelasan bahwa dirinya ditugaskan di Dinas Pemantau Gunung Berapi tahun 1922. Dia diizinkan mendaki banyak gunung berapi di Pulau Jawa.

Dalam melakukan pendakian ini, di berpikir, adalah kesalahan besar jika tidak membuat laporan dan catatan yang bisa dipublikasikan, karena akan bermanfaat untuk pendakian selanjutnya.

Dia berharap buku panduan itu akan mengurangi kesulitan dalam mempersiapkan perjalanan dan meminimalkan resiko saat di perjalanan. Buku itu berisi tentang panduan, masalah kuli, persediaan air minum, jarak, ruas jalan yang sulit dan lainnya.

Baca Juga: Pantas Wilda Siti Nurfadhilah Dianggap Mampu Bersaing di Liga Korea Oleh Pelatih Red Sparks, Ternyata...

Salah satu sumber informasi yang dia gunakan adalah catatan Junghuhn, meski banyak kondisi yang berbeda, seperti lanskap yang telah berubah, batas hutan yang sudah bergeser, nama desa dan letaknya, serta adanya jalan baru yang baru dibangun.

Sejak 1922 Stehen telah mengumpulkan data. Saat Asosiasi Olahraga Gunung Belanda-India didirikan pada tanggal 28 September 1929, Stehn begitu antusias untuk menyusun buku panduan singkat pendakian gunung dan menyampaikannya kepada anggota muda, terutama tentang tarif kuli, perlengkapan berkemah dan lain-lain, serta estimasi anggaran yang dibutuhkan. Menurut dia, informasi itu akan berguna untuk generasi pendaki berikutnya.

Dalam catatannya dia menerangkan, pendakian gunung dimulai dari Pandeglang menyusuri jalan Laboean sampai Pari, yang terletak di sela-sela antara Goenoeng Poeloesari dan Goenoeng Karang. Selanjutnya menuju Mandalawangi yang dapat diakses dengan mobil ke Pandat.

Baca Juga: Profil 4 Pemain Jakarta Pertamina Enduro di Laga Red Sparks vs Indonesia All Stars, Hadapi Rekan Sendiri

Dari Pandat, di jalan utama lalu ambil belokan ke kiri menuju Kampung Tjiloetoeng, terus ke Kampung Pamenkker (Pamengker). Kampung ini bisa juga dicapai dari Menes melalui Kadoepager dan Pamoetoejan.

Dari Pamenkker kemudian mengikitu jalan menuju kampung Teradja Omas yang bisa dijadikan tempat berkemah. Kemudian dari Teradja Omas ambil jalan setapak yang cukup curam melewati hutan, menuju ke bagian tertinggi tepi kawah menuju solfatar di tengah kawah gunung berapi yang berbentuk tapal kuda untuk menuju puncak.

Dari puncak bisa turun ke arah tenggara melalui titik tinggi 972 mdpl, kemudian turun menuju dusun Goenoeng Tangerang, dan selanjutnya menuju Desa Gobang yang terletak di jalan raya Mandalawangi-Tjipeutjang. Tjipeutjang terletak di jalan raya Menes-Pandeglang dan merupakan pemberhentian kendaraan dari Laboean menuju Rangkasbetoeng.

Dari peta yang digunakan Charles Edgar Stehn bisa diketahui beberapa pintu masuk untuk melakukan pendakian ke Gunung Pulosari dan Gunung Karang, dan berapa pos yang digunakan sebagai tempat transit.

Baca Juga: Program Gerakan Anak Tangerang Sehat dan Cerdas, Tahun Ini Community Center dan Multifungsi Diperbanyak

Melalui Kampung Salam
Dari Aloen-Aloen di Pandeglang pendaki bisa menyusuri jalan Menes hingga Rokoj. Dari sini ada jalan desa menuju Salam yang tidak bisa dilalui kendaraan (+3 km). Pemandu dari Salam sudah tersedia bisa melalui Djaro (kepala desa) Tjampaka, Hadji Keto yang tinggal di Salam.

Dari Salam jalurnya berkelok-kelok sepanjang punggung bukit dengan arah utara-barat laut. Semakin tinggi pendaki pergi, maka jalan semakin curam. Di beberapa tempat pendaki harus berhenti, dan berpegangan ke dahan yang menggantung.

Setelah satu jam pendakian terjal, belok kanan menuju kedalaman Kawah Walirang. Bau belerang yang menyengat akan tercium sampai ke punggung gunung. Setelah satu jam pendakian lagi, pendaki akan sampai di puncak tenggara Karang, yang sering disebut Soemoer Toedjoeh 1583 m.

Nama tersebut diambil dari adanya tujuh mangkuk kecil berisi air di sana, yang dianggap suci oleh penduduknya. Ke barat laut, jika dari Soemoer Toedjoeh naik lagi ke puncak tertinggi Goenong Karang, pendaki akan sampai ke Soemoer Dua belas (1778 m), yang juga terdapat beberapa mangkuk air.

Baca Juga: Yang Perlu Anda Ketahui tentang Hiperglikemia dan Hipoglikemia saat Berkendara dalam Waktu Lama

Untuk jalur turun, pendaki bisa menuruni jalur ke arah timur menuju Tegal Pakoe, yang merupakan dasar dari kawah datar tua berbentuk oval, luasnya sekitar 10 bangunan, subur dengan tanaman pakis (pakoe).

Dataran tersebut sering tergenang air pada musim hujan. Tegal bagian selatan Paku disebut Kawah Hadji, yang tanahnya mengandung belerang. Dari Kawah Hadji pendaki bisa menuju Kawah Walirang yang bisa ditempuh sekitar satu jam. Di sini efek solfatarik sangat kuat.

Dari sini juga pendaki bisa menuju ke Kampung Pagerbatoe untuk turun, yang bisa ditempuh sekitar 3 hingga 4 jam. Dari sana pendaki bisa menuju jalan utama Tjiladja untuk kembali ke Pandeglang, yang jaraknya sekitar 4 kilometer. Biaya untuk pemandu (guide) berkisar f.0.75 gulden dan untuk koeli (porter) upahnya berkisar f. 1 (gulden). Titik awalnya adalah dari Pandeglang, dari sini ada dua pilihan rute pendakian.

Baca Juga: PMBI: Tak ada Alasan Pemkab dan Pemkot Tolak Tempatkan RKUD-nya di Bank Banten

Melalui Tjinjoeroep
Dari Aloen-Aloen di Pandeglang pendaki bisa menyusuri jalan Serang untuk mencapai Tjikondang (jaraknya 1 1/2 kilometer), dari sana pendaki bisa berjalan kaki melalui Djoehoet sampai Tjinjoeroep. Tempat ini biasa digunakan untuk berkemah, tenda bisa ditempatkan di lapangan terbuka tepat di lapangan desa ini.

Waktu tempuh Djoehoet ke Tjinjoeroep kurang lebih sekitar 1,5 jam. Dia menyarankan bawalah pemandu dari Tjinjoeroep. Dari sini bisa mencapai puncak Soemur Toedjoeh dalam waktu 1 jam dan terus ikuti rute yang disebutkan di atas.

Jalan tersebut telah dibersihkan dan dibuka kembali pada bulan September 1932. Kuli dari Tjinjoeroep untuk ke puncak dan kembali lagi tarifnya f. 1 gulden. Sedangkan untuk kuli angkut dari Tjikondang ke Tjinjoeroep upahnya sekitar f.0,75 gulden, yang biasanya dibayarkan terlebih dahulu kepada Asisten Wedana Tjidasari.***

Editor: Rukman Nurhalim Mamora

Tags

Terkini

Terpopuler